PERUBAHAN LAHAR GUNUNG MERAPI TERPANTAU DARI SATELIT

Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Eng., Dra. Ratih Dewanti, M.Sc.,.Dra. Nanik Suryo Haryani, M.Si., Ir. Dwi Nowo Martono, M.Si.

Hubungi kami di Bidang PSDAL Pusbangja LAPAN - Jl.LAPAN 70 Pekayon Pasar Rebo Jakarta Timur Telp. (021) 8717714, 8711960 E-Mail :lapansmba@cbn.net.id;environ@cbn.net.id

Gunung Merapi di Jawa Tengah, merupakan salah satu gunung api yang paling aktif di dunia, sejak 10 Januari 2001 lalu kembali menunjukkan aktifitasnya selama beberapa hari berupa letusan-letusan kecil disertai guguran lahar dan semburan awan panas. Gunung api yang mempunyai ketinggian 2968 meter tersebut pernah mengalami letusan besar pada dekade terakhir ini yaitu tahun 1994, 1997, 1998 dan Januari 2001 kemarin.

Teknologi satelit penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan diantaranya oleh LAPAN untuk mengkaji berbagai bencana alam. Sementara itu, pemantauan perubahan aliran lahar berguna dalam managemen pembangunan sabo dam untuk menahan aliran lahar, berguna untuk perhitungan ekonomi akibat bencana tersebut, juga dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam penentuan zonasi daerah rawan bencana gunung api.

Tim LAPAN telah melakukan penelitian tentang perubahan aliran lahar Gunung Merapi pada dekade terakhir melalui pengolahan data satelit Jepang MOS dan satelit Amerika Landsat yang tersedia di LAPAN. Dengan menggunakan data satelit remote sensing multitemporal berselang waktu hampir 10 tahun tersebut ditunjukkan bahwa setelah mengalami beberapa kali letusan telah terjadi pertambahan luas liputan lahar yakni dari seluas 1029 ha pada Agustus 1991 menjadi 1149 ha pada Desember 2000 dengan kondisi liputan lahar tetap seluas 621 ha dan pertambahan seluas 528ha. Perubahan luas liputan aliran lahar tersebut banyak terjadi di sebelah utara kepundan yakni ke arah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dan sebagian ke arah sebelah selatan kepundan. Pertambahan luas liputan aliran lahar tersebut diantaranya telah menutup areal hutan seluas 231ha, dan lahan tegalan seluas 88ha.

Perhitungan Luas endapan material vulkanik yang baru yang terpantau dari citra satelit dan mengenai daerah hutan tersebut dikawatirkan dapat menyebabkan penurunan daerah resapan air hujan (catchmen area), sehingga jika terjadi hujan besar di daerah puncak gunung dapat menimbulkan bencana banjir pada daerah kaki gunung atau desa desa disekitar Gunung Merapi. Selain itu, juga dapat mengurangi debit air sungai dari mata air di Gunung Merapi yang banyak dipergunakan untuk pengairan persawahan sehingga secara ekonomi dapat juga menurunkan produksi padi persawahan disekitar kaki Gunung Merapi, dan juga persediaan air minum yang banyak dibutuhkan penduduk sekitar.

Upaya-upaya antisipasi penanggulangan bencana gunung api ini seperti pembangunan sabo, melakukan evakuasi penduduknya, dan penyusunan peta zonasi rawan bencana, dan sebagainya telah banyak dilakukan terutama oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dan Departemen Pertambangan dan Energi. Akan tetapi sehubungan dengan daerah aliran lahar baru yang terpantau dari data satelit, guna mengantisipasi terjadinya bencana, perlu dipantau lagi kondisi daya tampung sabo atau bahkan mungkin diperlukan pembuatan sabo lain pada daerah aliran lahar baru khususnya di Wilayah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali

GAMBAR-GAMBAR HASIL INVENTARISASI

Citra Satelit MOS Gunung Merapi Jawa Tengah 2 Agustus 1991.

Citra Satelit Landsat Gunung Merapi Jawa Tengah 5 Desember 2000.

Citra perubahan aliran lahar Gunung Merapi Jawa Tengah dari tahun 1991-2000